Wednesday, November 19, 2014

Sebut Saja Dia ‘F’

Tiap kali kita bertemu, kau tak pernah memandang ke arahku.

***

Tak perlu mengungkit bagaimana bisa aku dapat mengetahui sosokmu, yang jelas sejak saat itu kau terkadang hadir di benakku. Bahkan, tak ada seorang pun yang tahu mengenai hal ini kecuali aku. Oh, aku sempat menceritakan tentangmu pada salah satu sahabatku. Ya, hanya satu itu. Itu pun hanya sekali waktu karena saat itu kupikir aku takkan pernah bertemu lagi denganmu karena gedung tempat belajarku berbeda dengan gedung tempat belajarmu.

Tak tahu ini takdir, kebetulan, atau hanya perasaanku. Akhir-akhir ini kau dan aku sering bertemu. Ya, memang kau tak pernah sadar akan hal itu. Bagaimana bisa sadar kalau kau bahkan tak mengenalku. Walaupun kita berbeda gedung, tetapi kadang aku melihatmu di berbagai sudut kampusku.

Ah, aku (terpaksa) hanya bisa menjadi pengagummu. Tak pernah terlihat di matamu, tak tampak hadirnya di sisimu, atau mungkin aku kasat mata bagimu?

Dulu, kali pertama itu aku menganggap bahwa desir halus di dadaku itu tak serius seperti yang lalu-lalu. Namun, sejak beberapa waktu terakhir ini berubahlah anggapanku itu.

Aku suka tersenyum dalam hati jika mengingat jurusanmu. Jurusanmu adalah mata pelajaran yang amat sangat benar-benar tak dapat sekali dipahami olehku. (Bahkan pemborosan kata tak digubris olehku.) Semua teman yang hapal benar akan sifatku pasti mengetahui pelajaran apa itu.

Ah, jikalau kau memang takdirku, ya tak satu pun hal dapat dilakukan olehku. Aku hanya bisa sesekali menunggumu di kampus A sembari berharap kau melihat ke arahku dan sadar siapa aku.

Sudahlah, lama-lama gaya menulisku sudah seperti Djenar Maesa Ayu, yang di setiap huruf akhirnya pasti saling berpadu.



Note : Untuk kau yang berinisial F.

No comments:

Post a Comment