Ingin Kembali ke Masa Lalu
Rasanya, aku ingin
kembali ke masa dimana duniaku hanya terisi oleh buku, buku, dan buku. Bukannya
aku menyesali akan diriku yang sekarang, aku hanya merasa berbeda. Padahal, aku
tak pernah ingin berubah dan tak menyukai sebuah perubahan. Tapi, itu semua
hanya masalah waktu dan aku hanya bisa termangu.
Rasanya, aku rindu saat
setiap pulang sekolah mampir ke toko buku. Bukan untuk membeli, melainkan hanya
lihat-lihat saja.
Rasanya, aku rindu
sebulan sekali ke Jakarta naik motor dengan Papa untuk kontrol ke dokter gigi.
Panas maupun hujan kami lewati bersama. Menunggu dokter dari sore hingga larut
malam karena antrenya para pasien.
Rasanya, aku rindu
berburu buku murah. Pertama kali menginjakkan kaki ke Senen; pertama kali
mengunjungi Indonesia Book Fair
bersama Papa, lalu tahun berikutnya dengan Kakak, dan tahun berikutnya lagi
bersama beberapa teman kampus.
Rasanya, aku rindu
menjelajahi kota Jakarta saat aku belum mengetahui seluk beluknya seperti dulu.
Pertama kali ke Plaza Semanggi bersama Papa (lagi-lagi berburu buku murah, dan
aku menyesal tak membeli buku Bilangan Fu karena saat itu aku belum menjadi
mahasiswa sastra yang diharuskan untuk membaca buku tersebut), yang sebelumnya
kami sempat mengalami kecelakaan hingga mampir ke Setiabudi untuk mencari
apotek; pertama kali ke Blok M bersama Kakak karena belum mengerti rute
Transjakarta; pertama kali ke Gelora Bung Karno; pertama kali ke Pacific Place;
pertama kali ke FX Senayan; pertama kali ke Atrium Senen; pertama kali ke EX;
pertama kali ke Senayan City; pertama kali ke Grand Indonesia; pertama kali ke
Central Park; pertama kali ke Stasiun Sudirman. Sekarang, semua tempat-tempat
itu bagai tinggal tunjuk saja. Aku merasa, ah, ternyata tempat-tempat yang dulu
aku kira jauh sekali ini, sekarang sering sekali kulewati.
Walaupun aku merasa
hidupku berubah, masih ada satu sifatku yang sama seperti dulu. Yaitu, aku
sangat suka memandangi kota yang ramai. Orang-orang berlalu-lalang, motor-motor
saling mendahului, mobil-mobil saling meneriakkan klakson. Karena itulah, walau
fisik terasa lelah akibat pulang pergi Jakarta-Tangerang, batinku terasa sangat
menikmatinya.
Saat ini, aku hanya
sedang merindukan masa lalu. Aku yang tak tahu apa-apa tentang dunia luar.
Hanya tahu dan hanya peduli tentang buku. Bahkan, wawasan buku-ku belum luas
seperti sekarang. Aku tak mengenal Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum
Bachri, Seno Gumira Ajidarma, Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Helvy Tiana Rosa
(yang saat ini menjadi dosenku), Ahmad Tohari, Goenawan Mohammad, Chairil
Anwar, dan masih banyak lagi. Nama-nama yang hanya kulihat di lembar soal ujian
bahasa Indonesia dulu, kini beberapa telah kutemui secara langsung. Ah,
tiba-tiba aku rindu pada soal-soal ujianku…
Aku memang orang yang
mudah merindukan sesuatu jika emosi sedang tak stabil, dan lalu menuliskannya
sesuka hati tanpa mau tahu apakah tulisan ini sinkron atau tidak, menarik para
pembaca atau tidak. Satu lagi, ini untuk yang terakhir kalinya kutulis, aku
selalu merindukanmu, tanpa kamu tahu. Dan kaulah penyebab utama mengapa aku ingin kembali ke masa lalu.
0 komentar